catatan kecil dari pinggir hati

Pak Walikota atau Pak RW?


DEG! Seperti sebuah tamparan manis ketika saya membaca blog ini dan saat membaca judul buku Pak Herry Zudianto seperti foto yang ada di samping. Sebuah judul buku yang memancing tanda tanya bagi calon pembacanya. 'Walikota yang Besar Kepala' seolah-olah memiliki konotasi yang kurang baik. Saya sendiri jadi penasaran dengan isi buku tersebut.
Yang membuat saya makin DEG dan penasaran adalah saat membaca sebuah informasi di blog tersebut yang bunyinya : "seolah kita membuka semua isi otak atau pemikiran seorang Walikota yang bernama Herry Zudianto yang sekarang menjabat sebagai ketua PMI cabang Yogya dan sedang dalam tahap ingin mencalonkan sebagai ketua RW di kampungnya".

Seorang mantan walikota mendaftar jadi ketua RW? Sikap Pak HZ ini tentu saja menggelitik otak dan hati saya. Tak seperti pejabat-pejabat lain yang mengincar kedudukan yang lebih tinggi setelah menjabat posisi tertentu, Pak HZ justru melakukan hal sebaliknya. Ini adalah sebuah bentuk sindiran halus ala Jogja, sebuah sindiran dengan action namun 'nylekit' bagi orang-orang yang merasa tersindir. Kerendahan hati seorang mantan walikota yang demi tekad pengabdiannya mau merendahkan posisinya asal dekat dengan masyarakat dan tetangga beliau.

Mantan Walikota Yogyakarta Herry Zudianto


Tiba-tiba terbayang seandainya Pak HZ terpilih jadi ketua RW kemudian memimpin arisan dan rapat Agustusan. Ah, ini adalah keteladanan yang nyata dan bukan pencitraan menurut saya. Sebuah refleksi untuk para pejabat yang selalu pongah dan rakus kekuasaan. Atau jangan-jangan Pak HZ sedang melakukan sindiran ala Jawa 'nglulu'? Sebuah sindiran khas yang bisa menohok telak pada sasaran yang dituju.


Namun begitu kita juga belum tahu apakah Pak HZ akan menerima tawaran seandainya beliau dipilih untuk menjadi menteri di kabinet? Seandainya 'ya' pun pasti akan penuh dengan kalkulasi politis, berbeda dengan saat nyalon jadi ketua RW yang mungkin didasarkan pada kodrat dasar manusia sebagai makhluk sosial.


Di luar motivasi Pak HZ yang mendaftar ketua RW, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa jabatan itu sesungguhnya amanah yang suatu saat pasti harus dikembalikan kepada yang memberi amanah yaitu masyarakat, yang kemudian akan memilih pengemban amanah berikutnya. Tak ada jabatan yang akan melekat seumur hidup kecuali kemanusiaan itu sendiri. Pak HZ telah melakukan dengan tepat. Sebuah keteladanan nyata. Salut untuk Pak HZ.


Tamansari, 20 Februari 2012




0 Komentar:

Post a Comment

Pak Walikota atau Pak RW?