catatan kecil dari pinggir hati

Bubur Areh dan Dua Puluh Milyar

Ini bukan cerita tentang kuliner yang ada di Jogja. Juga bukan cerita tentang resep memasak. Ini hanya coretan kecil tentang sebuah peristiwa yang mungkin berkaitan dengan situasi negeri ini. Bisa juga tidak. Bisa juga ini hanya kejadian kecil yang seharusnya tak perlu ditulis disini.

Suatu pagi, seperti biasa setelah matahari mulai meninggi di ufuk timur, aku mengantar anak-anak ke sekolah. Dan tak ada yang istimewa, mereka berdua masuk halaman sekolah, kemudian aku kembali ke rumah. Di tengah jalan terbersit ide untuk membeli sarapan. Kuputuskan untuk membeli gudheg, telor tahu suwir. Yah, menu gudheg yang mungkin selama 10 tahun lebih selalu sama seperti itu. hehehe.
Ada yg menarik perhatianku ketika seorang ibu pesan menu, dia hanya order bubur dan areh (semacam kuah) sebanyak dua porsi. Kemudian dia membayar 2000 rupiah. Pertama aku tidak menyadarinya, namun lama-lama seperti ada sesuatu yang membuat hati ini bertanya, kenapa ibu tua itu hanya beli bubur areh saja tanpa telor, tahu, apalagi daging? Ah, mungkin hanya ada anggota keluarganya yang sakit. Atau, jangan-jangan ibu itu beli bubur areh tiap pagi karena secara ekonomi mengalami kekurangan? Dua kemungkinan itu bergelayut di kepala.

Seandainya memang ibu itu membeli bubur areh karena faktor kekurangan dalam hal ekonomi maka semakin yakinlah saya bahwa negara ini telah membuat warganya semakin terpuruk. Saya hanya berpikir darimana ibu tua itu dapat energi kalau tiap hari hanya makan bubur areh. Okelah, hanya selintas doa kecil semoga ibu itu diberi ketabahan dalam menjalani hidupnya. Setelah order gudeg pesanan selesai, kemudian pulang.

Sembari menyantap gudeg, saya biasa nyetel tv di pagi hari, menikmati berita. Glek! Tiba-tiba di salah satu tv swasta muncul berita tentang ruang rapat banggar DPR yang menelan biaya 20 milyar dengan kursi-kursi import yang tertata rapi. Menurut berita 1 kursi seharga 20an juta.

Saya merasa ada yang salah dengan negara ini. Ada yang timpang, dan tidak adil. Seorang ibu tua membeli bubur seharga 2000 rupiah dan ruang rapat 20 milyar?? Ah, semakin dalam saja jurang di negeri ini. Ruang rapat itu sebetulnya tak harus dibuat dalam kemewahan dan sok-sokan. Belum lagi proyek toilet yang menelan biaya milyaran juga.

Ajhirnya bisa disimpulkan, kehormatan rakyat kecil negeri ini berada di mulut dan kepalanya walaupun hanya ada bubur areh untuk mensuplai energi ke otak dan seluruh tubuh. Dan kehormatan para pejabat ada di pantatnya yang merasa sangat terhormat dengan kursi dan toilet mahalnya.

Bener-bener Negeri Kartun.

Tamansari,21 Januari 2012.



0 Komentar:

Post a Comment

Bubur Areh dan Dua Puluh Milyar