- Florence adalah mahasiswi S2 notariat UGM. Orang yang bisa masuk UGM pastilah pintar. IQ nya juga kemungkinan tinggi. Tapi Emotional Quotientnya? Belum tentu. Nah EQ ini yang kemudian 'menjegal' kemanusiawian Flo pada titik didih dan menyebabkan kehilangan akal sehat dalam bersosial media dan mengeluarkan statement tertentu yang semua sudah tahu seperti apa statementnya.
- Akun media sosial Path. Sebuah platform media sosial yang sebetulnya limited, karena ada pembatasan pertemanan hingga 500 teman saja. Media sosial ini lebih tertutup. Tetapi sebenarnya kaidah-kaidah bersosial medianya sama dengan facebook atau twitter yang lebih terbuka. Mengungkapkan perasaan maupun pikiran di medsos tetap ada batasnya. Nah batas ini yang kadang tak terlihat dan samar, sehingga sering diterabas. Bahwa akan terjadi kemungkinan2 tersebarnya sebuah status, foto, atau apapun yang diupload adalah keniscayaan yang harus dipegang.
- Akun yang mengcapture screen Pathnya Flo. Ini juga penting. Karena tersebarnya umpatan Flo dimulai dari sebuah file JPG/PNG yang berisi update path Flo. Siapakah dia? Tentu bukan wilayah saya untuk menyelidikinya. Apakah dia juga bersalah? Entahlah, biarkan hukum yang mengklarifikasinya.
- Media sosial yang lain, semacam twitter, kaskus dan facebook. Banyak akun yang kemudian membully Flo secara massal, hingga menimbulkan stres pada diri Flo. Apakah media sosial patut dipersalahkan? Tentu saja tidak. Apakah akun2 yang membully bisa disalahkan? entahlah, ini masalah hati nurani dan etika. Mangga saja, penilaian saya serahkan kepada pribadi masing-masing.
- Pihak pelapor. Seperti diketahui beberapa LSM mengadukan Flo ke Polda terkait umpatannya. Hingga tulisan ini terupload, status Flo menjadi tahanan di Polda DIY.
- Aparat Penegak Hukum, dalam hal ini Kepolisian Daerah DIY. Sebagai aparat tentunya akan melaksanakan standard operating procedure ketika sebuah laporan pengaduan masuk.
- Sisi Hukum; Pastilah penahanan Flo didasari bukti-bukti dan fakta. Polda tidak akan mungkin menahan seseorang tanpa dasar yang kuat. Kita sebagai masyarakat sebaiknya percaya terhadap hal ini, karena hanya penegak hukumlah yang mempunyai kuasa atas kebebasan seseorang. Dan tentunya Polda menahan Flo karena ada pihak pelapor. Ini konsekuensi hukum logis.
- Sisi Etika Sosial; Disini letak kesalahan Flo. Efek viral dalam media sosial tidak disadari olehnya. Efek berantai yang sangat mungkin mempengaruhi opini dan emosional orang lain, hingga akhirnya Flo harus mengalami bullying massal.
Apa yang bisa disimpulkan dari berderet kalimat diatas?
Kesalahan Flo adalah kesalahan manusiawi. Bahwa ada yang melaporkan dan bertindak dalam koridor hukum adalah hak tiap individu/organisasi. Tetapi hal ini tidak serta merta merepresentasikan sikap orang Jogja secara keseluruhan.
Maka, secara pribadi sikap saya adalah sebagai berikut:
Saya selaku pribadi yang kebetulan asli Jogja sudah memaafkan Florence. Mari memaknai Jogja Istimewa bukan hanya sebagai status politik, tetapi juga sebagai kekuatan moral positif dan kedewasaan berbudaya.Dan saya tidak akan mengajak siapapun untuk bersikap sama. Karena statemen saya adalah personal, sama seperti ketika Flo menulis umpatannya. Sekian
Jogja Istimewa
Tamansari, 30 Agustus 2014
Setuju om.. Jogja Istimewa bukan hanya sebagai status politik, tetapi juga sebagai kekuatan moral positif dan kedewasaan berbudaya
ReplyDeleteTerimakasih atas komennya. Semoga Jogja tetap istimewa :)
DeleteDemikianlah. Jogja dibangun oleh kebudayaan dan orang-orangnya
ReplyDelete