Saya sengaja mengulas film ini agak lama setelah menonton untuk pertama kalinya pada acara nonton bareng di bioskop XXI Yogyakarta pada tanggal 16 Oktober 2011. Setelah itu sengaja jarang menyentuh apapun yang berbau film ini. Saya hanya membantu mempromosikan film ini dengan menempelkan link pada akun fb dan twitter. Hal ini dilakukan untuk bereksperimen terhadap kekuatan sebuah film pada memori penontonnya. Dari hasil eksperimen ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Film Sang Penari cukup kuat dari sisi membangun Rohnya. Terbukti bahwa sampai tulisan ini dibuat masih terngiang dan terbayang adegan-adegan kunci di film ini dan masih melekat di kepala.
2. Kematangan riset dan penulisan mampu membangun dramatik dengan baik. Eksekusi Ifa sebagai sutradara mampu mengantarkan film ini pada tataran film matang.
3. Kedekatan tokoh dengan penonton mampu diaplikasikan dengan baik oleh Mas Yadi Sugandhi selaku penata sinematografi. Penonton diajak 'terlibat' dalam setiap shot yang ada di film ini.
4. Tokoh Rasus dan Srinthil dimainkan dengan baik oleh Oka Antara dan Pia. Dialek ngapak yang mendominasi film ini masih terekam dengan baik di kepala. Bagaimana Srinthil menari saat awal-awal film hingga ending juga menunjukkan sebuah proses kualitas kematangan dari si tokoh.
5. Film Sang Penari adalah satu dari sedikit film Indonesia yang mampu menarik saya untuk berkonsentrasi menjadi 'penonton normal', dalam arti menonton film dan menikmati ceritanya. Kebiasaan 'buruk' saya saat menonton film adalah selalu mencoba menganalisa dan mencari kesalahan terhadap film yang sedang ditonton. Namun film ini tidak. Saya tak kuasa untuk menganalisa, karena sejak shot pertama memang langsung kelihatan bahwa film ini memang harus ditonton, bukan dianalisa.
6. Ini adalah salah satu film Indonesia yang mampu membuktikan bahwa proses adalah salah satu jalan terbaik untuk mencapai hasil maksimal. Energi yang tercurah sekian lama akan menghasilkan memori visual, suara, adegan di benak kepala penonton hingga beberapa waktu lamanya.
7. Sampai tulisan ini dibuat, tanggal 16 Nopember 2011, menurut situs filmindonesia.or.id jumlah penonton film ini telah mencapai 37.520 orang setelah masa putar 6 hari. Ya, memang, penonton Indonesia tak pernah bisa ditebak, film apa yang akan ditonton tergantung strategi promosi dan trend. Mudah-mudahan mampu menjadi tolok ukur 'kedewasaan' penonton film Indonesia. Seperti yang pernah saya tulis di twitter, seandainya film ini mampu menarik penonton hingga 1 juta orang, maka bisa dipastikan bahwa penonton film kita sudah lebih dewasa dalam mengapresiasi sebuah karya yang dikerjakan dengan totalitas. Kita lihat nanti.
8. Jalinan scene, shot masih menempel hingga detik ini, tepat 1 bulan setelah menontonnya. Saya yakin suatu saat anak cucu kita akan menghargai film ini seperti saat generasi sekarang menghargai film sekelas Tjoet Njak Dhien dan G 30 S PKI sebagai salah satu film Indonesia terbaik yang pernah dibuat. Kalau memang generasi sekarang belum bisa memberikan apresiasi baik terhadap film ini, tak apa. Biarlah generasi mendatang yang melakukannya, sekaligus membuktikan bahwa film ini akan berumur panjang. Film yang dibuat dengan total dan 'berdarah-darah' pasti akan berbeda impactnya dibandingkan dengan film yang instan.YAKIN!
Film ini sangat layak tonton, walau secara tematik agak berat. Namun dari film ini kita bisa belajar bahwa dramaturgi dalam pengadeganan menjadi salah satu pilar penyangga kreatif sebuah film selain elemen lainnya yaitu audio dan visual. Dan setelah menulis ini saya akan menonton Sang Penari untuk kedua kalinya...
Tamansari, 16 Nopember 2011
0 Komentar:
Post a Comment