catatan kecil dari pinggir hati

Bertanya pada Film Tanda Tanya (?)


"Masih pentingkah kita berbeda?" Sebuah pertanyaan yang menjadi premise film ? Hanung ini. Perbedaan dan kompleksitas karakter menjadi benang-benang merah antar adegan dan menuntun saya pada sebuah jawaban "MASIH PENTING". Mengapa perbedaan menjadi penting? Sudut pandang penting disini adalah bagaimana perbedaan-perbedaan memberi kontribusi di kehidupan sehari-hari. Namun bukan berarti sudut pandang kepentingan perbedaan-perbedaan yang ditonjolkan.

Saya akan mencoba membuat review kecil-kecilan tentang film ini,mudah-mudahan berarti dalam konstruksi perkembangan film Indonesia.




Bertanya Pada Cerita

Problematika cerita yang kompleks dan cukup beraneka ini menghiasi tiap scene filmnya. Fokus cerita tetap berjalan on the track dari awal film, namun agak disayangkan film yang bergenre putih hitam ini tiba-tiba menjadi abu-abu saat disisipi masalah percintaan. Apakah unsur cinta ini semata untuk mengakomodir penonton-penonton muda? Ataukah memang penting untuk dimasukkan? Agak menjadi kabur juga ketika premise film ini dieksekusi . Penonton dihadapkan pada pilihan-pilihan dan  perbedaan-perbedaan. Dalam hal konflik dan karakter, film ini cukup berwarna,bahkan terlalu banyak warna sehingga penonton dimanjakan seperti melihat pelangi yang kadang tak kelihatan mana pangkal mana ujungnya. Cerita kadang dihiasi dengan 'penyeimbang-penyeimbang'  konflik agar cerita tak berat sebelah. Aku paham dengan trik ini, untuk menghindari pembenaran terhadap golongan tertentu.It's okey.Penonton kita memang belum siap untuk melihat kelemahan atau konflik golongan yang berada di pihaknya. Dan penonton digiring pada pertanyaan-pertanyaan: "Kita ini diminta memilih atau menunggu perbedaan itu menyelesaikan masalah-masalahnya?"

Bertanya Pada Sutradara

Dalam konteks penyutradaan inilah sebetulnya letak kekuatan dan kelemahan film ini. Sebenarnya dalam hal cerita, Film ? mampu menghadirkan cross problem dan basic character secara apik. Masalah-masalah tampil secara natural dan smooth. Hanya saja, konsep pengadeganan dan dramaturgi dari sutradara terasa kurang maksimal untuk mengaktualisasikan konflik-konfilk bahasa tulis (naskah) menjadi himpunan frame yang mampu menghasilkan vibrasi kepada penonton.

1. Bisnis akting seolah hanya menjadi tempelan pada adegan, terutama adegan-adegan yang menampilkan crowd. Adegan di dapur restoran, di jalan, pemain seolah hanya melakukan sesuatu untuk pemanis saja, kurang cukup motivasi.

2. Bloking. Yup, posisi pemain menentukan tangga dramatik, ditunjang oleh shot-shot dari kamera. Namun sepertimya konsep bloking dan moving pemain terasa lepas disana-sini, kurang sebangun dengan shot-shot yang dibuat oleh sutradara dan DoP.

3. Ekspresi pemain ok.Pendalaman karakter lumayan bagus. Namun terasa lepas lagi di beberapa scene.

4. Seperti biasa, masih banyak dijumpai dialek Jawa yang 'diJawa-jawakan'.

5. Jarang menemukan motivasi kuat dalam setiap akting pemainnya.

6. Sangat terganggu dengan keberadaan pengamen yang menyanyikan lagu SO7, terasa sekali bahwa sekedar ditempelkan, termasuk adegan-adegan yang ada di set tersebut.

Bertanya Pada Visualizer (DoP dan Sutradara)

Visual film ini terasa seperti kran air yang hanya dibuka sedikit, seolah ada yang menyumbat,entah apa itu. Tidak seperti gambar-gambar Pak Yadi pada film-film sebelumnya. Banyak terjadi jump lights disana-sini. Mudah-mudahan bukan ketergesaan yang menjadi penyebabnya.

Dimensi ruang menjadi terasa kurang di film ini. Penonton disuguhi shot-shot padat dan sedikit monoton,apalagi beberapa shot establish pasar diambil dari angle yang sama dan di ruang persiapan drama, tracking shotnya hanya dibalik kanan kirinya,dengan extras yang sama,padahal secara cerita terjadi saat Natal dan Paskah yang notabene secara waktu sangat jauh.

Memeras rentang waktu beberapa bulan menjadi 1 1/2 jam tidak mudah, dibutuhkan angle dan dramatik yang variatif karena visual tak akan bisa menipu mata dan hati penonton. Apalagi kalau memang visual diharapkan menjadi salah satu elemen yang akan diingat oleh penonton setelah keluar dari gedung bioskop.

Ada beberapa hal teknis visual yang agak mengganggu,antara lain coloring dan grading yang terasa dipaksakan di beberapa shot.

Bertanya Pada Sound dan Editor

Tidak cukup alasan bagi saya untuk mencari kekurangan dari dua hal ini, karena tidak ada hal-hal yang mengganggu.Hanya sedikit cutting yang mengganjal.Musik bagus,sip, kontekstual dan mendukung adegan.

Bertanya Pada Art Director

Tidak ada pertanyaan.

Kesimpulan

Secara tematik,film ini amat sangat layak tonton, diantara hiruk pikuk horor dan romance gak jelas. Film ini mampu menghadirkan problem realita masyarakat menjadi sebuah kesatuan karya seni visual. Dan yang jelas film ini mampu membuat penonton menangis, walau saya tidak termasuk di dalamnya.Hehehehehe. Salam Film Indonesia.

Nologaten 18 April 2011








0 Komentar:

Post a Comment

Bertanya pada Film Tanda Tanya (?)